Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mendukung rencana Pemerintah jika benar benar ingin menjual Pertamax Green 92, sekaligus menghapus peredaran Pertalite di masyarakat pada tahun 2026. Menurutnya, penghapusan Pertalite yang notabene nya BBM subsidi, memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini utamanya mempertimbangkan ketersediaan stok etanol yang merupakan bahan baku campuran Pertamax Green 92, serta melihat respon pasar jika Pertalite benar benar dihapus. Diketahui, Pertalite merupakan BBM yang tingkat konsumsinya terbesar.
"Jadi, 2026 itu tepat. 2 tahun juga bisa menyiapkan produksi dan ketersediaan bahan baku etanolnya itu," sambungnya. Namun, Fahmy menolak keras apabila penghapusan Pertalite terjadi pada tahun depan. Ada Wacana Pertalite Menjadi Pertamax Green 92 pada 2026, Pengamat: Lebih Realistis!
Persebaya Surabaya Gandeng Paul Munster Sebagai Pelatih Baru Jelang Duel Melawan PSIS Semarang Pertalite Resmi Dihapus dan Diganti Pertamax Green 92 Mulai Kapan? Ini Jawaban Pertamina Jarang Dilakukan Pemain Persebaya Surabaya, Ini Hal Baru Paul Munster Saat Pimpin Latihan
Evaluasi Paul Munster Usai Latihan Perdana Persebaya, Racik Formasi Baru Lawan PSIS Semarang Bu Kades Ngamuk Ayam Rp4,5 Juta Dicuri, Mbah Suyatno Tempuh Jalur Hukum: Diberi Rp1 M Pun Tak Kuakui Halaman 4 Katanya, menghapus BBM Pertalite dalam waktu dekat dan menjual Pertamax Green 92 akan menghasilkan multiplier effect atau efek domino. Karena BBM tersebut jika sudah dijual harganya bakal diatas Pertalite.
"Saya kira kalau itu dipaksakan tahun depan seperti wacana Dirut Pertamina, saya kira tidak tepat dan sangat berisiko," pungkasnya. Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan wacana terkait beredarnya bahan bakar minyak (BBM) jenis baru yakni Pertamax Green 92. Produk baru tersebut disinyalir akan menggantikan Pertalite pada 2026 mendatang.
"Itu (pertamax green 92) masih 2026, itu masih lama ya," ungkap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (15/9/2023). Terkait penghapusan Pertalite, lanjut Tutuka, Kementerian ESDM akan mengkaji dan melihat kondisi perekonomian nasional. Agar nantinya kebijakan tersebut tak memberikan dampak negatif bagi geliat ekonomi di dalam negeri.
"Kita bisa harus dilihat dari daya beli masyarakat, kondisi sosial," tukasnya. Diketahui, PT Pertamina (Persero) kini tengah mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92. Hal tersebut dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan Ethanol 7 persen sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengungkapkan, kajian yang dinamakan Program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan. “Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apapun dari pemerintah," papar Nicke dalam pernyataannya, Kamis (31/8/2023). "Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut,” sambungnya.
Nicke menambahkan, jika nanti usulan tersebut dapat dibahas dan menjadi program pemerintah, harganya pun tentu akan diatur oleh pemerintah. Kajian tersebut menurut Nicke, dilakukan untuk menghasilkan kualitas BBM yang lebih baik, karena bahan bakar dengan kadar oktan yang lebih tinggi tentu akan semakin ramah lingkungan. “Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya,” terang Nicke.
“Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik, sehingga untuk mesin juga lebih baik, sehingga emisi juga bisa menurun. Namun ini baru usulan sehingga tidak untuk menjadi perdebatan,” ungkapnya. Nicke menegaskan, Program Langit Biru Tahap 2 ini masih merupakan kajian internal di Pertamina. Untuk implementasinya, akan diusulkan kepada pemerintah, dan nantinya akan jadi kewenangan pemerintah untuk memutuskan.